Selayang Pandang Sejarah DKV ISI Yogyakarta
Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia Yogyakarta memiliki sejarah yang cukup panjang. Boleh jadi, dari perjalanan sejarah tersebut kemudian membentuk karakter dari DKV ISI Yogyakarta yang ada saat ini. Karakter kuat yang berbeda serta spesifik dengan diferensiasi yang jelas dalam kiprahnya secara akademis di dunia pendidikan tinggi di Indonesia saat ini.
Berbicara tentang DKV ISI Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari proses terbentuknya ASRI atau Akademi Seni Rupa Indonesia yang berdiri pada hari Minggu tanggal 15 Januari 1950. Peresmian berdirinya ASRI ini dilakukan oleh Ki Sarmidi Mangunsarkoro selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia (P.P. dan K. RI) pada saat itu di Yogyakarta. Berdirinya ASRI ini sesuai dengan cita-cita para seniman dan pemerintah Republik Indonesia untuk memiliki akademi kesenian yang nantinya dapat mempertinggi derajat seni rupa dan kebudayaan Indonesia.
Sebetulnya gagasan dan proses menuju berdirinya ASRI sudah cukup lama, terutama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada saat itu bibit seniman sudah mulai banyak yang muncul di masyarakat sehingga perlu untuk memelihara dan memupuk bibit-bibit tersebut dalam suatu akademi kesenian. Gagasan tersebut menjadi semakin jelas dan mengerucut ketika berlangsungnya Konggres Kebudayaan Nasional di Magelang pada hari Jum’at tanggal 20 Agustus sampai dengan hari Selasa tanggal 24 Agustus 1948. Konggres pertama setelah tiga tahun kemerdekaan Indonesia tersebut diadakan di Pendopo Kabupaten Magelang dan dibuka oleh presiden Republik Indonesia pertama Ir. Sukarno.
Beberapa agenda pembahasan yang berbeda dilaksanakan setiap harinya. Khusus pembahasan tentang pendirian akademi kesenian dilakukan pada hari Senin tanggal 23 Agustus 1948. Rapat pembahasan terkait pembentukan akademi kesenian tersebut dilaksanakan pada rapat kelima di Panti Perri pada pukul 19.30 sampai pukul 23.00 WIB. Dan kesimpulan dari Konggres Kebudayaan di Magelang terbagi dalam beberapa katagori kesimpulan. Diantaranya tentang Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat dan Negara, Kebatinan dalam Hubungan dengan Kebudayaan, dan lain-lain. Sedang untuk pendirian akademi kesenian dituangkan dalam bagian Lembaga Kebudayaan dengan kalimat “Mengusulkan kepada Pemerintah segera berdirinya suatu Akademi Kesenian”. Dengan demikian dalam konggres tersebut dengan suara bulat memandang perlu diadakannya suatu akademi kesenian di Indonesia. Namun sangat disayangkan karena adanya Agresi Militer Belanda II empat bulan setelah konggres tersebut yaitu pada tanggal 19 Desember 1948 maka rencana tersebut terhenti seketika.
Meskipun demikian, pada akhir tahun 1949, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia mengirimkan surat tertanggal 14 November 1949 No. 24/ Kebud. yang isinya mengundang para tokoh seni budaya di Yogyakarta untuk membahas tentang segala hal yang diperlukan untuk pendirian Akademi Seni Rupa tersebut.Sebagai hasil pertemuan tersebut maka dikeluarkanlah Putusan Menteri No. 26/Keb. Tanggal 17 November 1949 yang mengangkat panitia pendirian Akademi Seni Rupa yang dalam waktu yang singkat yaitu satu bulan harus melaporkan hasil kerjanya kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawatan Kebudayaan. Adapun yang berada dalam susunan panitia itu adalah: RJ. Katamsi Martorahardjo (Pemimpin bagian kebudayaan Jawatan Sosial DIY bagian pengajaran) sebagai ketua, Djajengasmoro (ketua PTPI atau Pusat Tenaga Pelukis Indonesia) sebagai wakil ketua, Sarwana (pegawai jawatan kebudayaan bagian kesenian) sebagai penulis, Hendra (pelukis) sebagai anggota, Koesnadi (pelukis) sebagai anggota, Sindoesisworo (guru Taman Siswa) sebagai anggota, Soerjasoegondho sebagai anggota, Prawito sebagai anggota, Indrosoegondho (pegawai jawatan kebudayaan bagian kesenian) sebagai anggota.
Tim sembilan ini kemudian secara marathon mengadakan rapat pada tanggal 17, 20, 22, dan 25 November 1949 di kantor Djawatan Kebudayaan Jl. Batanawarsa 34 dan di Kementrian P.P dan K di Jl. Mahameru 11. Sebagai hasilnya disusun “Rencana Akademi Seni Rupa Indonesia” (Ketika membicarakan tentang nama dari akademi kesenian tersebut, sempat muncul nama Akademi Seni Rupa Mataram. Namun karena dipandang terlalu kedaerahan maka nama tersebut tidak diterima). Dan pada tanggal 5 Desember 1949 “Rencana Akademi Seni Rupa Indonesia” diserahkan kepada yang berwenang. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 15 Desember 1949 keluarlah Putusan Menteri P.P. dan K No. 32/Kebud. yang berisi tentang pendirian Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta yang pembukaan nantinya akan dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 1950. Dalam Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa tujuan dari ASRI adalah “Ketinggian derajat seni rupa khususnya dan kebudayaan Indonesia umumnya, dasarnya Pancasila dan tugasnya ialah (a) Mendidik pelajar untuk menjadi warganegara utama yang berkebudayaan tinggi dan berpengetahuan yang cukup, (b) Menyiapkan pelajar yang dalam masyarakat dapat bertanggung jawab dan memimpin perusahaan, badan-badan dan sebagainya yang ada hubungannya dengan vak yang dipelajari, (c) Menyiapkan pelajar yang akan menjadi guru gambar pada macam-macam sekolah di Indonesia.
Tepat pada hari Minggu tanggal 15 Januari 1950 pada jam 10.00 pagi, peresmian Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) dilakukan di Bangsal Kepatihan Yogyakarta. Pada saat itu yang hadir adalah Menteri P.P. dan K yaitu Ki Sarmidi Mangunsarkoro, Direktur ASRI R.J. Katamsi, Kepala Jawatan Kebudayaan Soedarsono bersama dengan Sindoesawarno, Sri Handojokoesoemo, dan Indrosoegondho. Juga hadir Prof. Dr. Sardjito, Prof. Mr. Djojodiguno. KRT. Honggowongso, KRT. Notojudo. Selain itu hadir pula para calon pengajar di ASRI yaitu Djajengasmoro, Koesnadi, Prawito, dan Sri Moertono. Dan terdapat pula calon siswa yang ikut menghadiri acara tersebut yang nantinya salah satu siswa tersebut yang bernama Soemardjon calon siswa bagian IV diminta untuk ikut menandatangani piagam pendirian ASRI.
Pada saat itu ASRI memiliki bagian-bagian yaitu (1) Seni Lukis, (2) Seni Patung dan Pahat, (3) Seni Pertukangan, (4) Seni Reklame, Dekorasi, Illustrasi, dan Grafik (REDIG), (5) Guru Gambar ijazah A dan B, (6) Seni Bangunan (untuk sementara belum diadakan). Dan pada tahun pertama tercatat 40 siswa yang diterima dari 160 calon yang mendaftar. Diantara siswa-siswa tersebut beberapa siswa telah menjadi Pembina ASRI pada masa selanjutnya. Mereka itu adalah Abas Alibasjah, Abdul Kadir, Edhi Sunarso, Hendrodjasmoro, Moch. Bakir Saptoto, Soetopo, dan Widajat. Untuk tempatnya dibagi dua, yang pertama di Bintaran Lor 12b dibawah pengawasan Wakil Direktur dan yang kedua berada di SMA bagian B Kotabaru dibawah pimpinan langsung direktur. Adapun guru-guru yang pertama saat itu adalah: (1) R.J. Katamsi yang mengajar Kesenian, Reproduksi, Perspektif, Opmeten; (2) Djajengasmoro yang mengajar Melukis dan Stilleven; (3) Hendra mengajar Melukis; (4) Koesnadi mengajar Komposisi; (5) Mardio mengajar Methodik dan Manggambar di papan tulis; (6) Sri Moertono mengajar Reklame; (7) Ardan mengajar Pengetahuan Bahan; (8) Warindyo mengajar Menggambar ukir-ukiran; (9) Dr. Martohusodo mengajar Anatomi Plastis; (10) Dr. Radiopoetro mengajar Anatomi Plastis; (11) Sindoesisworo mengajar Menggambar Ukir-ukiran; (12) Soerjosoeghondo mengajar Ilustrasi; (13) Toeloes Soebroto mengajara Filsafat; (14) Widjongko mengajar Fotografi, Tipografi, Ilmu Ukur Melukis dan Seni Grafik; (15) Padmopoespito mengajar Sejarah Kebudayaan; (16) Prawito mengajar Arsitektur Dalam Rumah; (17) Soetjito mengajar Kekunoan; (18) Setjojoso mengajar Melukis; Soehatmanto mengajar Menggambar Ukir-ukiran. Pada perkembangan selanjutnya terjadi berbagai perubahan yang tujuannya untuk lebih mengukuhkan ASRI menjadi perguruan tinggi yang mapan secara akademis formal dan menciptakan seniman maupun desainer rupa yang handal.
Dalam konteks Desain Komunikasi Visual (DKV), cikal bakal DKV ketika masa ASRI terdapat dalam jurusan REDIG. Kurikulum pertama ASRI yang terdapat pada lampiran Putusan Menteri P.P. dan K RI No 32/Kebud. untuk mata kuliah yang terdapat dalam jurusan REDIG dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: Pengetahuan Umum, Teori, dan Praktek. Dalam kelompok Pengetahuan Umum terdapat mata kuliah (a) Filsafat, (b) Ilmu Jiwa, (c) Sejarah Kesenian dan Kebudayaan, (d) Kemasyarakatan (sosial dan seni), (e) Pengetahuan Tentang Seni Purbakala, (f) Bedrijfsleer (bisnis). Untuk kelompok Teori terdapat mata kuliah (a) Perbandingan dan Proporsi (letak anggota badan, letak bagian bentuk dan dataran dari bentuk manusia), (b) Bentuk dari jasmani (anatomi) lanjutan proporsi yaitu yaitu penjelasan bentuk letak dan fungsi demi gerak atau tidaknya suatu badan (watak jasmani), (c) Houdingen (Gaya Gerak), (d) Perspektif (dalam warna dan bentuk), (e) Pengetahuan Bahan, (f) Estetika dan Komposisi, Proyeksi, (g) Ilmu Ukur Melukis, (h) Metodik, (i) Arsitektur. Sedangkan kelompok praktek meliputi (a) Melukis, (b) Menggambar dengan potlot, tinta bak, cat plakat serta mengambar tentang lettering, ilustrasi (press book illustration), ontwerp (desain) cetak poster dan packaging, dekorasi untuk home decoration dan showroom decoration, (c) Slides, (d) Cartoon, (e) Etalase (window display), (f) Fotografi, Macam-macam klise (ets, litho, woodcut, zinco (seng), woodcarving, linoleumsnede, (g) Percetakan (printing), tekhnik menyusun booklets (brosur), advertentie (iklan), drukwerken (barang cetakan), (h) Proyeksi, (i) Maquette (model skala), (j) Mengecor.
Pada tahun 1963 setelah Abas Alibasyah ke Jakarta untuk mengurus segala sesuatu terkait dengan perkembangan dan berbagai hal yang terdapat di lingkungan ASRI maka muncul Surat Keputusan Menteri P.P. dan K No. 27/1963 tanggal 5 April 1963. Surat tersebut memberikan status perguruan tinggi yang penuh kepada ASRI. Akademi ini hanya menerima calon mahasiswa lulusan SLTA dan pendidikannya berlangsung selama lima tahun dengan tiga tahun untuk calon Sarjana Muda (tingkat A) dan dua tahun lagi untuk tingkatan Sarjana (tingkat B). Dengan keadaan yang baru tersebut maka ASRI memiliki enam jurusan yaitu: (1) Jurusan Seni Lukis dengan Ketua Jurusan Abas Alibasyah, (2) Jurusan Seni Patung dengan Ketua Jurusan Edhi Sunarso, (3) Jurusan Seni Krija dengan Ketua Jurusan Tukijo Hs, (4) Jurusan Seni Reklame/Propaganda dengan Ketua Jurusan Soetopo, (5) Jurusan Seni Dekorasi dengan Ketua Jurusan Widajat, (6) Jurusan Seni Illustrasi/Grafik dengan Ketua Jurusan Abdul Kadir.
Jika dilihat dari struktur baru tersebut yang semula Seni Patung dan Pahat menjadi Jurusan Seni Patung. Kemudian Seni Reklame, Dekorasi Illustrasi dan Grafik memisah menjadi Jurusan Seni Reklame/Propaganda, Jurusan Seni Ilustrasi/Grafik, dan Jurusan Seni Dekorasi. Adapun Guru Gambar ijazah A dan B bergabung dengan IKIP Yogyakarta, sedang Seni Bangunan tetap tidak muncul, yang hadir masuk dalam enam jurusan tersebut adalah Jurusan Seni Krija.Dengan demikian pada tahun tersebut REDIG yang menjadi cikal bakal DKV berubah menjadi Jurusan Seni Reklame/Propaganda, namun kata ‘propaganda’ tersebut sejak tahun 1968 dihilangkan dengan pertimbangan bahwa kata ‘propaganda’ dikatakan kurang ‘sedap’ dan sebetulnya kata ‘Reklame’ sudah cukup. Sehingga dengan demikian selama lima tahun saja Jurusan Reklame/Propaganda berlangsung.
Jurusan Reklame ini berlangsung dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1979. Pada periode ini tepatnya pada tanggal 4 November 1969 melalui keputusan Menteri P.P. dan K. No 0100/1968 ASRI berubah statusnya dari Akademi menjadi Sekolah Tinggi dengan sebutan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ‘ASRI’ atau STSRI ‘ASRI’. Waktu itu Ketua Jurusan dijabat oleh Drs. R. Soetopo Mangkoediredjo.Masih dalam periode tersebut, tepatnya pada tahun 1978 muncul kebijakan pemerintah tentang dinamika kehidupan kampus. Kebijakan tersebut dituangkan dalamSK No.0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus atau NKK dan berikutnya muncul pula SK No.037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan atau BKK oleh Mendikbud saat itu yaitu Daoed Joesoef. Adanya SK ini menyebabkan Jurusan Reklame berubah namanya menjadi Jurusan Desain Komunikasi.
Dalam perjalanan selanjutnya terjadi perubahan besar dalam penyelenggaraan pendidikan di STSRI ’ASRI’. Hal ini karena pada pertengahan tahun 1984 terjadi penggabungan antara tiga lembaga yaitu STSRI’ASRI’, AMI, dan ASTI menjadi satu lembaga pendidikan tinggi kesenian yang dinamakan Institut Seni Indonesia atau ISI pada tanggal 23 Juli 1984. Perubahan ini menyebabkan perubahan pula pada jurusan yang terdapat didalamnya. Dan untuk jurusan Desain Komunikasi yang semula berbentuk jurusan berubah menjadi program studi. Namanyapun juga berubah, yang semula bernama Desain Komunikasi menjadi bernama Desain Komunikasi Visual.
Sebelum berubah nama menjadi Desain Komunikasi Visual yang meminpin adalah Dr. HC. RM. Saptoheodoyo (1960-1963), Drs. R. Soetopo Mangkoediredjo (1963-1978), dan Drs. Margono (1978-1980). Dan ketika berubah nama menjadi program studi Desain Komunikasi Visual, yang pertama menjadi ketua program studinya adalah Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto tahun 1980-1991. Berturut-turut setelah itu adalah Drs Asnar Zacky, MSn. pada tahun 1991-1992, Drs. M. Umar Hadi, MS. tahun 1992-1996, kemudian Drs. Baskoro Suryo Banindro, MSn. yang menjabat selama dua periode dari tahun 1996-2004, setelah itu dijabat oleh Drs. Lasiman, MSn. (alm) dari tahun 2004-2008, berikutnya adalah Drs. Hartono Karnadi, MSn. yang juga menjabat selama dua periode dari tahun 2008-2016. Dan selanjutnya ketua program studi DKV dijabat oleh Indiria Maharsi, MSn. yang menjabat pada periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2020. Berikutnya, pada 2020-2024 Ketua program Studi Desain Komunikasi Visual dijabat oleh Daru Tunggul Aji, S.S., M.A.
Dalam kurun waktu sejak REDIG sampai DKV pada saat ini telah banyak sekali peristiwa yang menjadi bagian dari sejarah panjang perjalanan DKV ISI Yogyakarta. Peristiwa-peristiwa tersebut sebetulnya semakin menguatkan DKV sebagai sebuah prodi yang bergerak di bidang seni rupa. Dan sebagai pengingat, perlu kiranya penulis menyampaikan sekelumit pidato dari direktur Akademi Seni Rupa Indonesia pertama yaitu R.J. Katamsi pada saat peresmian pembukaan ASRI: “….kita akan dapat melaksanakan cita-cita kita, yaitu membimbing barisan seniman-seniman baru yang dinamis dan kreatif, yang benar-benar dapat menyumbangkan jiwanya yang berbakat tinggi guna kepentingan Nusa dan Bangsa…” Sekelumit pernyataan ini bisa selalu mengingatkan kita semua akan kedudukan kita saat ini dalam percaturan dunia seni rupa di Indonesia dan dunia.
Salam budaya.
Sumber referensi:
- “Sekolah Toekang Reklame – Suatu Catatan Perjalanan Disain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta”, Baskoro Suryo Banindro, MSn, (http://dgi.or.id/in-depth/history/sekolah-toekang-reklame-suatu-catatan-perjalanan-disain-komunikasi-visual-isi-yogyakarta.html).
- “Bianglala Budaya Rekam Jejak 95 Tahun Kongres Kebudayaan 1918-2013”, Nunus Supardi, 2013, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- “ASRI 20 Tahun”, Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia Jogjakarta, Pertjetakan Mobil MPU-JG-I-69-46.
- “ASRI Jogja 1950-1955 Pendidikan dan Kebudajaan”, Seri Publikasi untuk Penerangan, Diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Pengadjaran, dan Kebudajaan, Republik Indonesia, No. 7 – Djanuari 1955.